1. Manusia Sebagai Modal Sosial
Modal Sosial adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut sumber daya (resources) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan di investasikan. Sumberdaya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai modal. Modal sosial berbeda dengan istilah populer lainnya yaitu Modal Manusia (human capital). Pada modal manusia segala sesuatunya lebih merujuk ke dimensi individual yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu. Modal sosial juga sangat dekat dengan terminologi sosial lainnya seperti yang dikenal sebagai kebajikan sosial (social virtue). Perbedaan keduanya terletak pada dimensi jaringan. Kebajikan sosial akan sangat kuat dan berpengaruh jika di dalamnya melekat perasaan keterikatan untuk saling berhubungan yang besifat imbal balik dalam suatu bentuk hubungan sosial. Robert D. Putnam (2000) memberikan proposisi bahwa suatu entitas masyarakat yang memiliki kebajikan sosial yang tinggi, tetapi hidup secara sosial terisolasi akan dipandang sebagai masyarakat yang memiliki tingkat Modal Sosial yang rendah.
Francis Fukuyama (1999) dengan meyakinkan berargumentasi bahwa Modal Sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal Sosial sebagai sangat penting bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan stabilitas demokrasi. Konsep Modal Sosial memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas kehidupan dan senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus menerus. Dalam proses perubahan dan upaya untuk mencapai tujuan, masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak dan bertingkah laku serta berhubungan dengan pihak lain. Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan ruh modal sosial antara lain sikap yang partisipatif (participative), hubungan timbal balik (resiprosity), saling percaya (trust), dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma (norms) serta membangun jaringan (networking) serta penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Selain itu manusia dikatakan sebagai modal penduduk juga sebagai modal Sumber daya manusia, sebagai modal sumberdaya manusia dimana seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Jadi membahas sumber daya manusia berarti membahas penduduk dengan segala potensi atau kemampuannya. Potensi manusia menyangkut dua aspek yaitu aspek kuantitas dan kualitas.
Karakteristik demografi merupakan aspek kuantitatif sumber daya manusia yang dapat digunakan untuk menggambarkan jumlah dan pertumbuhan penduduk, penyebaran penduduk dan komposisi penduduk.
2. Manusia Sebagai Modal Kelembagaan
Kelembagaan adalah social form ibarat organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan” (Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.
Tiap kelembagaan memiliki tujuan tertentu, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan norma yang sudah disepakati yang sifatnya khas. Kelembagaan adalah kelompok-kelompok sosial yang menjalankan masyarakat. Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi tertentu. Pengembangan kelembagaan sebagai bentuk strategi dalam pemberdayaan Pengembangan kelembagaan merupakan suatu bentuk pemberdayaan. Dengan mengembangkan kelembagaan yang berbasis kepada sistem nilai dan sosiobudaya setempat, maka berarti membangun suatu fondasi untuk aksi kolektif yang merupakan strategi esensial dalam meningkatkan bargain position dengan pihak luar. Aksi kolektif merupakan senjata utama pada mereka yang memiliki sosial ekonomi lemah. Menurut Norman Uphoff (1986) bahwa dikenal dua pendekatan utama dalam pengembangan kelembagaan: yaitu secara individual dan keorganisasian. Pendekatan individual adalah dengan mengintroduksikan pengetahuan, serta peningkatan kesadaran dan perilaku kepada masing-masing individu. Sedangkan secara keorganisasian adalah dengan melalui tekayasa sosial dengan memfokuskan pada aspek perubahan peran-peran, struktur, dan prosedur. Suatu kelembagaan dapat dikatakan berfungsi apabila ada kepatuhan terhadap norma-norma yang telah disepakati bersama. Kepatuhan pada norma bisa berjalan jika manusia menjadi modal bagi pengembangan suatu kelambagaan. Peran manusia dalam hal ini berfungsi sebagai masyarakat yang selalu berinteraksi dengan sesamanya dan dengan lingkungan sekitarnya, harus memerlukan yang dinamakan norma. Kelembagaan pada tingkat lokal atau institusi pada tingkat lokal dimana yang dapat menyediakan public goods dan public services.
Suatu kelembagaan yang kuat jika kepatuhan terhadap norma oleh manusia itu tinggi, norma-norma yang dipatuhi merupakan kesepakatan bersama dan harus dilaksanakan. Pengembangan kelembagaan, dimana setiap individu setia kepada ruang normatif (normatif sphere) yang berada. Kelembagaan dikatakan lemah jika sebagain manusia berpindah ke ruang yang lian sehingga untuk mengembangkan kelambagaan pada tingkal lokal akan sulit, karena modal sumberdaya manusia tidak lagi memperkuat ruang normatif yang mereka berada. Kepatuhan kepada norma jika norma tersebut berlaku secara umum dan mengakomodit kepentingan orang banyak, begitupun juga dengan lembaga-lembaga yang lain dalam memperjuangkan kepentingan bersama. Keinginan dari suatu tatanan dalam kelembagaan adalah mengahsilkan sumberdaya manusia uyang patuh kepada norma yang disepakati tersebut. Kepercayaan harus dibangun oleh semua pihak pada setiap institusi kehidupan, mulai dari institusi keluarga, institusi pendidikan, institusi masyarakat, dan institusi pemerintah. Hanya melalui visi dan komitmen bersamalah kepercayaan bisa dibangun. Rasa saling percaya yakni suatu keinginan yang dibangun dan saling mendukung atas suatu kebersamaan dan paling tidak yang lain Suatu kelembagaan yang akan berkembang apabila dalam kelembagaan tersebut norma-norma tersebut dipatuhi oleh masyarakat yang sudah melembaga dalam diri mereka. Namun kelembagaan yang kuat ata dasar kepatuhan terhadapa norma dan rasa saling percaya untuk tetap mempertahankan suatu kelembagaan agar tetap eksis di masyarakat, akan tetapi jika tidak dibarengi dengan partisipasi masyarakat daam suatu jaringan dimana kemampuan sekelompok orang dalam perkumpulan untuk melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial dalam berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan, kesamaan, kebebasan dan keberadaan, sedemikian rupa sehingga penguatan tatanan dapat diwujudkan.
Fokus-fokus program pembangunan yang secara efektif dapat meningkatkan kuwalitas dan produktifitas sumber daya manusia di indonesia memiliki beberapa variabel dan indikator di antaranya :
1. Upah pekerja
Upah merupakan masalah yang sangat kompleks dan sangat sulit diuraikan dalam suatu prinsip tunggal karena upah menyangkut berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Selain menerima gaji pokok, biasanya karyawan memperoleh upah insentif yang besarnya tergantung dari prestasi kerja mereka. Untuk itu masing-masing karyawan memperoleh upah insentif yang berlainan meskipun mempunyai jabatan yang sama. Pemberian upah yang pantas pada karyawan diharapkan akan mampu mendorong para karyawan untuk bekerja lebih giat dan dapat meningkatkan produksi, yang berarti dengan semangat yang tinggi akan dapat meningkatkan produktivitas tetapi sebaliknya apabila karyawan dalam menerima upah tidak layak dikhawatirkan akan berdampak pada menurunnya produktivitas dan Sumber penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan termasuk perekonomian dan ada kebijakan upah minimum mereka tidak digaji di bawah upah minimum estabilan perusahaan dapat menurun.
Tidak hanya upah, motivasi dan jaminan sosial juga mempengaruhi prestasi kerja. Pada prinsipnya seorang karyawan akan termotivasi untuk melaksanakan tugasnya tergantung pada kuatnya motif yang mempengaruhinya karena karyawan adalah manusia yang mempunyai kebutuhan dimana kebutuhan ini untuk membangkitkan motif yang mendasari
aktivitas individu. Beraneka kebutuhan timbul akibat adanya berbagai macam hubungan organisasi, selain kebutuhan yang bercorak fisik biologis serta sosial ekonomis dan yang lebih penting adalah terdapatnya kebutuhan yang bersifat sosial psikis seperti keakraban, penghargaan, pengakuan, keamanan, keselamatan, perlindungan, dan kepastian jaminan sosial.
Selain dituntut dapat memberikan standar gaji menurut Upah Minimun Regional (UMR) yang ditetapkan oleh pemerintah, perusahaan juga harus mampu memberikan rasa aman dan tentram kepada karyawan dengan cara memberikan jaminan sosial tenaga kerja yang mencakup jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Melalui jaminan sosial yang memadai diharapkan motivasi kerja karyawan akan semakin tinggi pula maka akan menciptakan suatu keinginan untuk bekerja lebih giat dan memberikan yang terbaik untuk pekerjaannya dan dengan demikian akan tercapai produktivitas kerja yang tinggi. Karena begitu pentingnya motivasi dan jaminan sosial maka perusahaan dituntut untuk peka terhadap kepentingan karyawan yaitu melalui pendekatan terhadap karyawan, keluarga dan lingkungannya.
2. Tingkat kesejahteraan
Pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial selama ini diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039). Sejak tahun 1974 sampai sekarang telah diundangkan sejumlah undang-undang yang seharusnya cukup diatur dalam peraturan pemerintah. Ada kecenderungan undang-undang yang ada tidak lagi mengindahkan lagi UU 6/ 1974, sebagai akibat lemahnya undang-undang tersebut. Yaitu bagaimana dimensi ekonomi mencakup kebutuhan hidup Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti.Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial.Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara sejahtera. Di Amerika Serikat, sejahtera menunjuk ke uang yang dibayarkan oleh pemerintah kepada orang yang membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak dapat bekerja, atau yang keadaannya pendapatan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak berkecukupan. Jumlah yang dibayarkan biasanya jauh di bawah garis kemiskinan, dan juga memiliki kondisi khusus, seperti bukti sedang mencari pekerjaan atau kondisi lain, seperti ketidakmampuan atau kewajiban menjaga anak, yang mencegahnya untuk dapat bekerja. Di beberapa kasus penerima dana bahkan diharuskan bekerja, dan dikenal sebagai workfare.
3. Tingkat kemiskinan
Penduduk di indonesia masih banyak hidup cukup besar miskin hidup dibawah garis kehidupan. Kemiskinan sebagai suatu fenomena sosial tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga terjadi di negara-negara yang sudah mempunyai kemapanan di bidang ekonomi. Fenomena ini pada dasarnya telah menjadi perhatian, isu, dan gerakan global yang bersifat kemanusiaan (humanity). Hal ini tercermin dari konfrensi tingkat tinggi dunia yang berhasil menggelar Deklarasi dan Program Aksi untuk Pembangunan Sosial (World Summit in Social Development) di Copenhagen 1995. Salah satu fenomena sosial yang dipandang perlu penanganan segera dan menjadi agenda pada setiap negara adalah permasalahan kemiskinan, pengangguran, dan pengucilan sosial. Secara konstitusional, permasalahan dimaksud telah dijadikan perhatian utama bangsa Indonesia sejak tersusunnya Undang-Undang Dasar 1945.
Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada dimasyarakat. Kaktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumber daya.
4. Penurunan pendapatan
Dengan terjadinya krisis multi dimensi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997, maka terjadi penurunan kesejahteraan hidup masyarakat secara riil, yang ditandai antara lain dengan semakin melemahnya daya beli masyarakat (purchasing power parity). Akibat adanya krisis, kebanyakan pendapatan keluarga mengalami penurunan secara drastis. Hal ini berakibat pula pada menurunnya seluruh komponen pengeluaran keluarga tersebut. Salah satu komponen pengeluaran keluarga adalah pengeluaran pendidikan. Jika suatu keluarga sudah miskin sebelum krisis, maka setelah krisis keluarga tersebut akan jatuh lebih miskin lagi. Keadaan ini memaksa keluarga tersebut mengambil keputusan untuk “mengerahkan” seluruh anggota keluarganya untuk bekerja/mencari pendapatan tambahan, tanpa terkecuali anak-anak yang masih berada pada usia sekolah. Jika hal ini terjadi, maka anak-anak yang seharusnya berada di sekolah, mereka menjadi drop-out, karena alasan ekonomi membantu menambah pendapatan keluarga. Fenomena tersebut di atas menuntut upaya Pemerintah untuk segera mengatasinya. Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah melalui JPS, antara lain dengan memberikan bantuan biaya pendidikan dalam bentuk beasiswa bagi murid dari keluarga miskin.
Salah satu masalah utama yang di hadapi dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) di indonesia adalah aspek pemanfaatan dan distribusi pengumpamaanya ( human resource utilization ) bagaimana HR utilization di indonesia ini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya :
Eksistensi organisasi pada era modern sekarang ini senantiasa berbenturan dengan berbagai konsekuensi yang terkadang membawa dampak positif tapi juga dampak yang sifatnya negative. Pemanfaatan SDM sebagai komponen dominan dalam melangsungkan suatu pekerjaan sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan, baik lingkungan kerja maupun lingkungan masyarakat. Faktor lingkungan itu terdiri dari dua dimensi yaitu :
1. Faktor Lingkungan Internal merupakan komponen-komponen dari dalam organisasi yang mempengaruhi organisasi dan merupakan komponen yang dapat dikendalikan
( controllable factor )
2. Faktor Lingkungan Eksternal merupakan komponen-komponen yang berasal dari luar organisasi dan merupakan komponen yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable factor ).
Organisasi modern berada pada suatu lingkungan yang terus berubah dan sarat dengan tantangan,dan dimana organisasi formal memiliki pengaruh yang kecil dan sifatnya terbatas pada masyarakat.Tantangan-tantangan dari aspek lingkungan ini mempengaruhi jalannya organisasi dan mempengaruhi berbagai kebijakan dan paktek organisasi baik yang bersifat internal maupun eksternal. Sebagaimana ditegaskan oleh Robert L. Mathis, (1976) “ Environment factors has had a profound impact on human resources management function.With the rapid of technology,geographical expansion influence, and rapid social and political change, organization and human resource department are constantly pressured to adapt and grow to meet the new environment “ (Faktor-faktor lingkungan harus memiliki satu pengaruh yang besar pada fungsi manajemen sumber daya manusia. Dengan pertumbuhan teknologi yang pesat,penambahan penduduk yang terus bertambah berpengaruh pada organisasi dan perubahan social dan politik yang cepat, Organisasi dan bidang sumber daya manusia terus-menerus ditekan untuk beradaptasi dan bisa menemukan lingkungan yang baru).
Faktor lingkungan internal dan eksternal sangat berpengaruh terhadapa pemanfaatan SDM dalam pengimplementasian setiap bidang kerja yang dihadapi. Dampak lingkungan eksternal diprioritaskan pada tantangan yang datang dari luar diri atau lembaga yang berpotensi mempengaruhi proses dan hasil kerja. Sementara factor lingkungan internal terkonsentrasi pada tantangan yang bersumber dari dalam diri dan lembaga yang sifatnya mengganjal pergerakan, mobilitas dan kegiatan rutin suatu pekerjaan.
Secara lebih detail factor-faktor yang berpemgaruhi pada pemanfaatan SDM dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Faktor Eksternal
a. Pengaruh kondisi ekonomi terhadap SDM, terindikasi melalui :perluasan dan kemajuan perekonomian, desakan terhadap nilai mata uang nasional, desakan benefit yang tinggi, desakan kondisi kerja yang lebih baik dan resesi ekonomi.
b. Pengaruh tuntutan dunia Internasional, terindikasi melalui : ethnosentisme, sentralisasi dan desentralisasi, hak-hak pekerja, repatriasi, kantor transfer internasional dan benefit internasional.
c. Pengaruh nilai budaya dan norma social, terindikasi melalui : sikap dan perilaku, penggunaan obat terlarang, kebebasan seksual, tingkat partisipasi wanita, keagamaan, kasta atau suku bangsa tertentu.
d. Pengaruh demografi, terindikasi meliputi : tingkat pendidikan, perbedaan etnis/ras,usia,jenis kelamin, persentase populasi, pertumbuhan migrant/migrasi
e. Pengaruh tuntutan profesionalitas, terindikasi melalui : keahlian dan ketrampilan, kelayakan profesi, interdisipliner bidang ilmu, kepemimpinan dan keahlian masyarakat.
f. Pengaruh teknologi, terindikasi melalui : kemampuan artificial, renivasi industry, otonomisasi.
g. Pengaruh geografis,terindikasi melalui : tingkat konpensasi, jaminan keamanan, sarana dan prasarana pendukung.
2. Faktor Internal
Selain factor eksternal ada pula factor inrternal yang ikut mempengaruhi lingkungan kerja organisasi dimana menjadi sasaran pengimplementasian/sasran pemanfaatan SDM. Faktor internal dimaksud meliputi :
a. Serikat kerja,dimana menjadi wadah yang megakomodir semua kepentingan, hak-hak pekerja dan juga kewajiban manajerial lembaga.
b. Sistem Informasi,sebagai wahana dan alat (tools) pekerja untuk mengakses semua hal yang berkaitan kerja yang menjadi tanggung jawabnya,termasuk juga pemanfaatan kompetensi dan sumber daya pekerja yang mampu menunjang pelaksanaan tugas rutinnya.
c. Budaya Kerja/Etos Kerja lembaga, menjadi sentral tampilan kualitas diri yang dimiliki pekerja yang mencakup : perubahan sikap ( attitude),motivasi kerja dan apresiasi yang diberikan pihak manajerial sebagai sebuah stimulasi bagi pekerja.
d. Konflik Internal lembaga, merupakan dampak negative yang menjadi kendala bagi keolangsungan kegiatan lembaga secara baik.Pemanfaatan SDM disini lebih diarahkan pada kapabilitas seorang pimpinan lembaga/organisasi dalam menetralisir semua konflik yang terjadi dalam organisasi, baik konflik horizontal maupun konflik vertical.
Melalui pengidentifikasian pemanfaatan SDM secara lebih detail dalam operasi kinerja sebuah lembaga, maka sebenarnya sudah menjadi indikasi bahwa tindakan kesadaranpun mulai hadir dalam suatu lembaga untuk mencapai perbaikan aksi nyatanya.Faktor Eksternal dan Internal yang member dampak pada pelaksanaan tugas suatu lembaga/organisasi menjadi sebuah kewajaran.Tapi menjadi persolannya yaitu bagaimana pengerak lembaga tersebut bisa keluar dari kemelut yang tengah dihadapi.Pengaruh factor eksternal dapat diminimalisir oleh lembaga apabila sudah Nampak keseimbangan antara sasaran lembaga dengan tingkat perkembangan dan perubahan yang terjadi pada dunia secara global. Hal ini akan mengarah pada penciptaan kualitas ilmu dan pengetahuan pekerja dalam menghadapi arus kemajuan yang semakin kompetitif.
Disisi lain upaya meningkatkan kualitas diri pimpinan dan pekerja pada sebuah lembaga adalah mutlak dilakukan. Hal ini terarah pada penciptaan sikap dan motivasi kerja yang baik, kesadaran individu pekerja bahwa apapun tugas yang dilakukan adalah suatu pengabdian mulia bagi orang lain dan bagi pimpinan lembaga tindakan pencegahan terhadap potensi konflik internal menjadi tugas utama selain membuka akses usaha melaui penggunaan jaringan informasi yang tepat. Dengan memberdayakan semua potensi dan kekuatan yang terdapat pada lembaga dengan cara mengurangi kelemahan termsuk langkah solusi terhadap pemanfaatan SDM, maka tujuan akhir dari organisasi dapat tercapai yaitu melalui peluang dan akses kepentingan serta memperkecil tantangan yang kerapkali mempengaruhi kerja lembaga.Hal demikian jika terealisasi secara baik,maka akan mengindikasikan efektivitas dari pemberdayaan fungsi dan kegunaan SDM bagi lembaga dan masyarakat.
Modal Sosial adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut sumber daya (resources) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan di investasikan. Sumberdaya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai modal. Modal sosial berbeda dengan istilah populer lainnya yaitu Modal Manusia (human capital). Pada modal manusia segala sesuatunya lebih merujuk ke dimensi individual yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu. Modal sosial juga sangat dekat dengan terminologi sosial lainnya seperti yang dikenal sebagai kebajikan sosial (social virtue). Perbedaan keduanya terletak pada dimensi jaringan. Kebajikan sosial akan sangat kuat dan berpengaruh jika di dalamnya melekat perasaan keterikatan untuk saling berhubungan yang besifat imbal balik dalam suatu bentuk hubungan sosial. Robert D. Putnam (2000) memberikan proposisi bahwa suatu entitas masyarakat yang memiliki kebajikan sosial yang tinggi, tetapi hidup secara sosial terisolasi akan dipandang sebagai masyarakat yang memiliki tingkat Modal Sosial yang rendah.
Francis Fukuyama (1999) dengan meyakinkan berargumentasi bahwa Modal Sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal Sosial sebagai sangat penting bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan stabilitas demokrasi. Konsep Modal Sosial memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas kehidupan dan senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus menerus. Dalam proses perubahan dan upaya untuk mencapai tujuan, masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak dan bertingkah laku serta berhubungan dengan pihak lain. Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan ruh modal sosial antara lain sikap yang partisipatif (participative), hubungan timbal balik (resiprosity), saling percaya (trust), dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma (norms) serta membangun jaringan (networking) serta penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Selain itu manusia dikatakan sebagai modal penduduk juga sebagai modal Sumber daya manusia, sebagai modal sumberdaya manusia dimana seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Jadi membahas sumber daya manusia berarti membahas penduduk dengan segala potensi atau kemampuannya. Potensi manusia menyangkut dua aspek yaitu aspek kuantitas dan kualitas.
Karakteristik demografi merupakan aspek kuantitatif sumber daya manusia yang dapat digunakan untuk menggambarkan jumlah dan pertumbuhan penduduk, penyebaran penduduk dan komposisi penduduk.
2. Manusia Sebagai Modal Kelembagaan
Kelembagaan adalah social form ibarat organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan” (Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.
Tiap kelembagaan memiliki tujuan tertentu, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan norma yang sudah disepakati yang sifatnya khas. Kelembagaan adalah kelompok-kelompok sosial yang menjalankan masyarakat. Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi tertentu. Pengembangan kelembagaan sebagai bentuk strategi dalam pemberdayaan Pengembangan kelembagaan merupakan suatu bentuk pemberdayaan. Dengan mengembangkan kelembagaan yang berbasis kepada sistem nilai dan sosiobudaya setempat, maka berarti membangun suatu fondasi untuk aksi kolektif yang merupakan strategi esensial dalam meningkatkan bargain position dengan pihak luar. Aksi kolektif merupakan senjata utama pada mereka yang memiliki sosial ekonomi lemah. Menurut Norman Uphoff (1986) bahwa dikenal dua pendekatan utama dalam pengembangan kelembagaan: yaitu secara individual dan keorganisasian. Pendekatan individual adalah dengan mengintroduksikan pengetahuan, serta peningkatan kesadaran dan perilaku kepada masing-masing individu. Sedangkan secara keorganisasian adalah dengan melalui tekayasa sosial dengan memfokuskan pada aspek perubahan peran-peran, struktur, dan prosedur. Suatu kelembagaan dapat dikatakan berfungsi apabila ada kepatuhan terhadap norma-norma yang telah disepakati bersama. Kepatuhan pada norma bisa berjalan jika manusia menjadi modal bagi pengembangan suatu kelambagaan. Peran manusia dalam hal ini berfungsi sebagai masyarakat yang selalu berinteraksi dengan sesamanya dan dengan lingkungan sekitarnya, harus memerlukan yang dinamakan norma. Kelembagaan pada tingkat lokal atau institusi pada tingkat lokal dimana yang dapat menyediakan public goods dan public services.
Suatu kelembagaan yang kuat jika kepatuhan terhadap norma oleh manusia itu tinggi, norma-norma yang dipatuhi merupakan kesepakatan bersama dan harus dilaksanakan. Pengembangan kelembagaan, dimana setiap individu setia kepada ruang normatif (normatif sphere) yang berada. Kelembagaan dikatakan lemah jika sebagain manusia berpindah ke ruang yang lian sehingga untuk mengembangkan kelambagaan pada tingkal lokal akan sulit, karena modal sumberdaya manusia tidak lagi memperkuat ruang normatif yang mereka berada. Kepatuhan kepada norma jika norma tersebut berlaku secara umum dan mengakomodit kepentingan orang banyak, begitupun juga dengan lembaga-lembaga yang lain dalam memperjuangkan kepentingan bersama. Keinginan dari suatu tatanan dalam kelembagaan adalah mengahsilkan sumberdaya manusia uyang patuh kepada norma yang disepakati tersebut. Kepercayaan harus dibangun oleh semua pihak pada setiap institusi kehidupan, mulai dari institusi keluarga, institusi pendidikan, institusi masyarakat, dan institusi pemerintah. Hanya melalui visi dan komitmen bersamalah kepercayaan bisa dibangun. Rasa saling percaya yakni suatu keinginan yang dibangun dan saling mendukung atas suatu kebersamaan dan paling tidak yang lain Suatu kelembagaan yang akan berkembang apabila dalam kelembagaan tersebut norma-norma tersebut dipatuhi oleh masyarakat yang sudah melembaga dalam diri mereka. Namun kelembagaan yang kuat ata dasar kepatuhan terhadapa norma dan rasa saling percaya untuk tetap mempertahankan suatu kelembagaan agar tetap eksis di masyarakat, akan tetapi jika tidak dibarengi dengan partisipasi masyarakat daam suatu jaringan dimana kemampuan sekelompok orang dalam perkumpulan untuk melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial dalam berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan, kesamaan, kebebasan dan keberadaan, sedemikian rupa sehingga penguatan tatanan dapat diwujudkan.
Fokus-fokus program pembangunan yang secara efektif dapat meningkatkan kuwalitas dan produktifitas sumber daya manusia di indonesia memiliki beberapa variabel dan indikator di antaranya :
1. Upah pekerja
Upah merupakan masalah yang sangat kompleks dan sangat sulit diuraikan dalam suatu prinsip tunggal karena upah menyangkut berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Selain menerima gaji pokok, biasanya karyawan memperoleh upah insentif yang besarnya tergantung dari prestasi kerja mereka. Untuk itu masing-masing karyawan memperoleh upah insentif yang berlainan meskipun mempunyai jabatan yang sama. Pemberian upah yang pantas pada karyawan diharapkan akan mampu mendorong para karyawan untuk bekerja lebih giat dan dapat meningkatkan produksi, yang berarti dengan semangat yang tinggi akan dapat meningkatkan produktivitas tetapi sebaliknya apabila karyawan dalam menerima upah tidak layak dikhawatirkan akan berdampak pada menurunnya produktivitas dan Sumber penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan termasuk perekonomian dan ada kebijakan upah minimum mereka tidak digaji di bawah upah minimum estabilan perusahaan dapat menurun.
Tidak hanya upah, motivasi dan jaminan sosial juga mempengaruhi prestasi kerja. Pada prinsipnya seorang karyawan akan termotivasi untuk melaksanakan tugasnya tergantung pada kuatnya motif yang mempengaruhinya karena karyawan adalah manusia yang mempunyai kebutuhan dimana kebutuhan ini untuk membangkitkan motif yang mendasari
aktivitas individu. Beraneka kebutuhan timbul akibat adanya berbagai macam hubungan organisasi, selain kebutuhan yang bercorak fisik biologis serta sosial ekonomis dan yang lebih penting adalah terdapatnya kebutuhan yang bersifat sosial psikis seperti keakraban, penghargaan, pengakuan, keamanan, keselamatan, perlindungan, dan kepastian jaminan sosial.
Selain dituntut dapat memberikan standar gaji menurut Upah Minimun Regional (UMR) yang ditetapkan oleh pemerintah, perusahaan juga harus mampu memberikan rasa aman dan tentram kepada karyawan dengan cara memberikan jaminan sosial tenaga kerja yang mencakup jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Melalui jaminan sosial yang memadai diharapkan motivasi kerja karyawan akan semakin tinggi pula maka akan menciptakan suatu keinginan untuk bekerja lebih giat dan memberikan yang terbaik untuk pekerjaannya dan dengan demikian akan tercapai produktivitas kerja yang tinggi. Karena begitu pentingnya motivasi dan jaminan sosial maka perusahaan dituntut untuk peka terhadap kepentingan karyawan yaitu melalui pendekatan terhadap karyawan, keluarga dan lingkungannya.
2. Tingkat kesejahteraan
Pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial selama ini diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039). Sejak tahun 1974 sampai sekarang telah diundangkan sejumlah undang-undang yang seharusnya cukup diatur dalam peraturan pemerintah. Ada kecenderungan undang-undang yang ada tidak lagi mengindahkan lagi UU 6/ 1974, sebagai akibat lemahnya undang-undang tersebut. Yaitu bagaimana dimensi ekonomi mencakup kebutuhan hidup Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti.Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial.Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara sejahtera. Di Amerika Serikat, sejahtera menunjuk ke uang yang dibayarkan oleh pemerintah kepada orang yang membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak dapat bekerja, atau yang keadaannya pendapatan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak berkecukupan. Jumlah yang dibayarkan biasanya jauh di bawah garis kemiskinan, dan juga memiliki kondisi khusus, seperti bukti sedang mencari pekerjaan atau kondisi lain, seperti ketidakmampuan atau kewajiban menjaga anak, yang mencegahnya untuk dapat bekerja. Di beberapa kasus penerima dana bahkan diharuskan bekerja, dan dikenal sebagai workfare.
3. Tingkat kemiskinan
Penduduk di indonesia masih banyak hidup cukup besar miskin hidup dibawah garis kehidupan. Kemiskinan sebagai suatu fenomena sosial tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga terjadi di negara-negara yang sudah mempunyai kemapanan di bidang ekonomi. Fenomena ini pada dasarnya telah menjadi perhatian, isu, dan gerakan global yang bersifat kemanusiaan (humanity). Hal ini tercermin dari konfrensi tingkat tinggi dunia yang berhasil menggelar Deklarasi dan Program Aksi untuk Pembangunan Sosial (World Summit in Social Development) di Copenhagen 1995. Salah satu fenomena sosial yang dipandang perlu penanganan segera dan menjadi agenda pada setiap negara adalah permasalahan kemiskinan, pengangguran, dan pengucilan sosial. Secara konstitusional, permasalahan dimaksud telah dijadikan perhatian utama bangsa Indonesia sejak tersusunnya Undang-Undang Dasar 1945.
Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada dimasyarakat. Kaktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumber daya.
4. Penurunan pendapatan
Dengan terjadinya krisis multi dimensi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997, maka terjadi penurunan kesejahteraan hidup masyarakat secara riil, yang ditandai antara lain dengan semakin melemahnya daya beli masyarakat (purchasing power parity). Akibat adanya krisis, kebanyakan pendapatan keluarga mengalami penurunan secara drastis. Hal ini berakibat pula pada menurunnya seluruh komponen pengeluaran keluarga tersebut. Salah satu komponen pengeluaran keluarga adalah pengeluaran pendidikan. Jika suatu keluarga sudah miskin sebelum krisis, maka setelah krisis keluarga tersebut akan jatuh lebih miskin lagi. Keadaan ini memaksa keluarga tersebut mengambil keputusan untuk “mengerahkan” seluruh anggota keluarganya untuk bekerja/mencari pendapatan tambahan, tanpa terkecuali anak-anak yang masih berada pada usia sekolah. Jika hal ini terjadi, maka anak-anak yang seharusnya berada di sekolah, mereka menjadi drop-out, karena alasan ekonomi membantu menambah pendapatan keluarga. Fenomena tersebut di atas menuntut upaya Pemerintah untuk segera mengatasinya. Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah melalui JPS, antara lain dengan memberikan bantuan biaya pendidikan dalam bentuk beasiswa bagi murid dari keluarga miskin.
Salah satu masalah utama yang di hadapi dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) di indonesia adalah aspek pemanfaatan dan distribusi pengumpamaanya ( human resource utilization ) bagaimana HR utilization di indonesia ini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya :
Eksistensi organisasi pada era modern sekarang ini senantiasa berbenturan dengan berbagai konsekuensi yang terkadang membawa dampak positif tapi juga dampak yang sifatnya negative. Pemanfaatan SDM sebagai komponen dominan dalam melangsungkan suatu pekerjaan sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan, baik lingkungan kerja maupun lingkungan masyarakat. Faktor lingkungan itu terdiri dari dua dimensi yaitu :
1. Faktor Lingkungan Internal merupakan komponen-komponen dari dalam organisasi yang mempengaruhi organisasi dan merupakan komponen yang dapat dikendalikan
( controllable factor )
2. Faktor Lingkungan Eksternal merupakan komponen-komponen yang berasal dari luar organisasi dan merupakan komponen yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable factor ).
Organisasi modern berada pada suatu lingkungan yang terus berubah dan sarat dengan tantangan,dan dimana organisasi formal memiliki pengaruh yang kecil dan sifatnya terbatas pada masyarakat.Tantangan-tantangan dari aspek lingkungan ini mempengaruhi jalannya organisasi dan mempengaruhi berbagai kebijakan dan paktek organisasi baik yang bersifat internal maupun eksternal. Sebagaimana ditegaskan oleh Robert L. Mathis, (1976) “ Environment factors has had a profound impact on human resources management function.With the rapid of technology,geographical expansion influence, and rapid social and political change, organization and human resource department are constantly pressured to adapt and grow to meet the new environment “ (Faktor-faktor lingkungan harus memiliki satu pengaruh yang besar pada fungsi manajemen sumber daya manusia. Dengan pertumbuhan teknologi yang pesat,penambahan penduduk yang terus bertambah berpengaruh pada organisasi dan perubahan social dan politik yang cepat, Organisasi dan bidang sumber daya manusia terus-menerus ditekan untuk beradaptasi dan bisa menemukan lingkungan yang baru).
Faktor lingkungan internal dan eksternal sangat berpengaruh terhadapa pemanfaatan SDM dalam pengimplementasian setiap bidang kerja yang dihadapi. Dampak lingkungan eksternal diprioritaskan pada tantangan yang datang dari luar diri atau lembaga yang berpotensi mempengaruhi proses dan hasil kerja. Sementara factor lingkungan internal terkonsentrasi pada tantangan yang bersumber dari dalam diri dan lembaga yang sifatnya mengganjal pergerakan, mobilitas dan kegiatan rutin suatu pekerjaan.
Secara lebih detail factor-faktor yang berpemgaruhi pada pemanfaatan SDM dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Faktor Eksternal
a. Pengaruh kondisi ekonomi terhadap SDM, terindikasi melalui :perluasan dan kemajuan perekonomian, desakan terhadap nilai mata uang nasional, desakan benefit yang tinggi, desakan kondisi kerja yang lebih baik dan resesi ekonomi.
b. Pengaruh tuntutan dunia Internasional, terindikasi melalui : ethnosentisme, sentralisasi dan desentralisasi, hak-hak pekerja, repatriasi, kantor transfer internasional dan benefit internasional.
c. Pengaruh nilai budaya dan norma social, terindikasi melalui : sikap dan perilaku, penggunaan obat terlarang, kebebasan seksual, tingkat partisipasi wanita, keagamaan, kasta atau suku bangsa tertentu.
d. Pengaruh demografi, terindikasi meliputi : tingkat pendidikan, perbedaan etnis/ras,usia,jenis kelamin, persentase populasi, pertumbuhan migrant/migrasi
e. Pengaruh tuntutan profesionalitas, terindikasi melalui : keahlian dan ketrampilan, kelayakan profesi, interdisipliner bidang ilmu, kepemimpinan dan keahlian masyarakat.
f. Pengaruh teknologi, terindikasi melalui : kemampuan artificial, renivasi industry, otonomisasi.
g. Pengaruh geografis,terindikasi melalui : tingkat konpensasi, jaminan keamanan, sarana dan prasarana pendukung.
2. Faktor Internal
Selain factor eksternal ada pula factor inrternal yang ikut mempengaruhi lingkungan kerja organisasi dimana menjadi sasaran pengimplementasian/sasran pemanfaatan SDM. Faktor internal dimaksud meliputi :
a. Serikat kerja,dimana menjadi wadah yang megakomodir semua kepentingan, hak-hak pekerja dan juga kewajiban manajerial lembaga.
b. Sistem Informasi,sebagai wahana dan alat (tools) pekerja untuk mengakses semua hal yang berkaitan kerja yang menjadi tanggung jawabnya,termasuk juga pemanfaatan kompetensi dan sumber daya pekerja yang mampu menunjang pelaksanaan tugas rutinnya.
c. Budaya Kerja/Etos Kerja lembaga, menjadi sentral tampilan kualitas diri yang dimiliki pekerja yang mencakup : perubahan sikap ( attitude),motivasi kerja dan apresiasi yang diberikan pihak manajerial sebagai sebuah stimulasi bagi pekerja.
d. Konflik Internal lembaga, merupakan dampak negative yang menjadi kendala bagi keolangsungan kegiatan lembaga secara baik.Pemanfaatan SDM disini lebih diarahkan pada kapabilitas seorang pimpinan lembaga/organisasi dalam menetralisir semua konflik yang terjadi dalam organisasi, baik konflik horizontal maupun konflik vertical.
Melalui pengidentifikasian pemanfaatan SDM secara lebih detail dalam operasi kinerja sebuah lembaga, maka sebenarnya sudah menjadi indikasi bahwa tindakan kesadaranpun mulai hadir dalam suatu lembaga untuk mencapai perbaikan aksi nyatanya.Faktor Eksternal dan Internal yang member dampak pada pelaksanaan tugas suatu lembaga/organisasi menjadi sebuah kewajaran.Tapi menjadi persolannya yaitu bagaimana pengerak lembaga tersebut bisa keluar dari kemelut yang tengah dihadapi.Pengaruh factor eksternal dapat diminimalisir oleh lembaga apabila sudah Nampak keseimbangan antara sasaran lembaga dengan tingkat perkembangan dan perubahan yang terjadi pada dunia secara global. Hal ini akan mengarah pada penciptaan kualitas ilmu dan pengetahuan pekerja dalam menghadapi arus kemajuan yang semakin kompetitif.
Disisi lain upaya meningkatkan kualitas diri pimpinan dan pekerja pada sebuah lembaga adalah mutlak dilakukan. Hal ini terarah pada penciptaan sikap dan motivasi kerja yang baik, kesadaran individu pekerja bahwa apapun tugas yang dilakukan adalah suatu pengabdian mulia bagi orang lain dan bagi pimpinan lembaga tindakan pencegahan terhadap potensi konflik internal menjadi tugas utama selain membuka akses usaha melaui penggunaan jaringan informasi yang tepat. Dengan memberdayakan semua potensi dan kekuatan yang terdapat pada lembaga dengan cara mengurangi kelemahan termsuk langkah solusi terhadap pemanfaatan SDM, maka tujuan akhir dari organisasi dapat tercapai yaitu melalui peluang dan akses kepentingan serta memperkecil tantangan yang kerapkali mempengaruhi kerja lembaga.Hal demikian jika terealisasi secara baik,maka akan mengindikasikan efektivitas dari pemberdayaan fungsi dan kegunaan SDM bagi lembaga dan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar